Skip to main content

Sebuah Usaha untuk Melupakanku?

Saya sedang duduk sembari menyeruput secangkir kopi panas yang baru saja saya buat tadi..
Dan tatapan mata saya tertuju kearah kertas-kertas yang saya harapkan tidak pernah usang dimakan waktu, dimana kertas yang menjadi saksi atas terjadinya sebuah hubungan yang menurutmu 'sakral'.
Saya berjalan menuju jendela dekat kamar saya, dengan segelas kopi panas ditangan kanan yang masih terisi setengahnya dan kertas-kertas ditangan kiri. 





"Sebuah Usaha Untuk Melupakanku?"
Aku menatap nanar keluar jendela.
Melirik sepasang kucing yang kehujanan diluar sana. 
Hujannya sangat deras.
Petirnya amat sangat keras,
terdengar sampai ke penjuru kamar saya.

Mata saya kembali melirik kertas-kertas itu, sebuah tulisan yang sangat indah yang pernah kamu tuliskan untuk saya.
Hari ini, untuk pertama kalinya saya tidak mendapatkan tulisan indah itu.
Seketika saya berteriak, suara saya memenuhi seisi ruangan. Tangis saya memecah hujan diluar sana. Mungkin sepasang kucing yang lewat depan kamar saya pun tau saya sedang tidak baik-baik saja. Saya berkata seperti ini saat saya berteriak; "apa ini sebuah usaha kamu untuk melupakan saya? saya tidak pernah mendapatkan lagi perhatianmu, baikmu sudah hilang untuk saya, dirimu sudah seperti direnggut oleh sesuatu yang saya sendiripun tidak bisa memastikan itu apa dan siapa. Ini rasa kamu yang sudah hilang atau kamu memang tidak benar-benar menginginkan saya?"
Saya sudah tidak bisa mengendalikan amarah saya hari itu.

Saya mengingat-ingat kembali bagaimana kamu terhadap saya (dulu).
Bagaimana kamu yang begitu antusias tentang saya.
Bagaimana kamu yang begitu berlebihan tentang saya.
Dan bagaimana kamu saat itu...

Percuma saya sekarang meronta-ronta, berteriak sampai gaduh, tidak kamu dengar, tidak juga kamu peduli.
Perasaan saya seperti 'sesuatu yang sudah biasa' bagi kamu.
Saya ingin berbicara, saya ingin mengungkapkan yang tidak bisa saya ungkapkan selama ini.
Saya ingin kamu
Saya ingin kamu, yang dulu...

Sayapun sudah berusaha berhenti, mencoba segala kesibukan, tidak memegang telepon genggam, berusaha tidak mengingat, berusaha tidak peduli. Kenapa saya masih harus merasa tersakiti? Padahal, kamu sedikit saja tidak peduli bahkan sudah berubah terhadap saya.

Sebentar, sepertinya saya lupa
Saya sempat berpikir kamu berubah,
Kamu tidak berubah...
Hanya saja kamu baru menunjukan bagaimana kamu yang sebenarnya.





~
Sebuah tulisan klasik, entah tentang apa. Silahkan kamu dan kalian artikan sendiri.
Sebuah tulisan klasik, yang entah darimana otak saya dapatkan kata perkatanya.
Sebuah tulisan klasik, tentang perasaan saya yang entah sudah serusak apa.
Sebuah tulisan klasik, yang objeknya adalah Kamu.
Sebuah tulisan klasik, untuk kamu baca.
Dan ini adalah sebuah tulisan klasik, teruntuk Kamu.

Jika kamu sudah membaca, terimakasih sudah mau melihat.
Semoga kamu menyukainya, bagaimana pendapat orang tentang tulisanku itu adalah Bonus.


Comments

Popular posts from this blog

CATATAN PERTAMA TENTANG SI SEMESTA

Aku seorang gadis si penyuka senja, ah tapi itu dulu dan setelah ku tau senja hanya indah diawal, aku jadi tak suka. Senja jahat menurut ku. Ntar di cerita selanjutnya saja akan ku ceritakan bagaimana jahatnya si senja!! :) Namaku Shakila, orang orang terdekatku biasa memanggil ku Kila. Tapi, cuma satu orang saja yang memanggilku dengan sebutan berbeda. Siapa lagi kalau bukan si Semesta, dia memanggilku Sha. Katanya sih itu panggilan sayang, supaya beda dari orang orang. Ada ada saja semesta -kataku. Semesta itu kekasihku. Aku tidak ada panggilan khusus untuk dia. Kalau lagi baik, aku panggil dia sayang. Tapi kalau aku lagi tidak baik, tidak akan lah aku memanggil, apalagi melihatnya haha. Semesta sudah menjagaku lama sekali, dia menggantikan mereka kalau ayah dan mama ku sedang dengan masalahnya. Ohiya, semesta itu laki laki baik, laki laki yang saya punya, siapa yang berani macam macam, langkahi dulu mayatku. Aku sering bicara seperti itu di depan teman temanku, ya maksudku s...

PERTAMA TANPA SEMESTA

Pagi pertama-ku  setelah pergi-ku tinggalkan kota yang penuh dengan kenangan aku dan Semesta.  Rasanya kota yang aku tempati sekarang ini sepi, kosong, dan tidak terurus. Aku rasa seperti sendiri, padahal aku sedang ditengah keramaian. Yang terang sudah jadi gelap. Yang terawat sudah jadi rusak. Yang tumbuh sudah patah. Yang ada sudah seperti tidak ada. Penampakan indah tentang suasana hati Shakila yang masih menginginkan untuk terus bersama Semesta. Semesta, sekarang kita terpisah jarak. Aku kehilangan sepasang lengan-mu, tempat aku sandarkan segala yang gigil juga dingin-nya angin. Tapi, meskipun kita terpisah jarak dan hanya angin yang menyatukan kita. Percayalah, kita berdua masih sama sama di payungi oleh langit biru yang sama dan juga dengan perasaan yang sama.  Dan terimakasih untuk setiap percakapan sederhana di setiap hari-nya, semoga langit semesta merestui untuk selamanya jadi milik kita. "Pagi shakila-nya semesta. Apa kabar-mu?" -semesta ...